buku I
(Buku I)

Judul di atas sebenarnya agak menyesatkan, namun sekaligus untuk mengklarifikasi atau menjelaskan kepada para pengirim email yang menanyakan tentang pembuatan sabun transparan (yang biasa disebut sabun gliserin). Bukannya saya tidak mau berbagi ilmu, tapi ternyata membuat sabun transparan tak semudah membuka mulut, hehehe…dan sampai saat ini saya belum berhasil membuat sabun transparan dengan hasil yang memuaskan.

Yang saya maksudkan "berhasil" adalah, membuat sabun sesuai dengan yang ada di text book, sabun yang dihasilkan masih terasa keras / kering di kulit, warna sabun tidak bisa jernih / clear, cenderung berwarna kuning (seperti warna minyak), dll.

Ketertarikan atau lebih tepatnya rasa penasaran saya terhadap sabun transparan adalah penampilan sabun yang begitu cerah, warna – warni dan sangat cocok untuk souvenir atau bingkisan. Karena itulah saya saya penasaran ingin membuat sendiri sabun transparan.

Penjelasan tentang pembuatan sabun transparan di internet masih sangat minim, kurang mendetail dan tidak ada trouble shooting, sehingga saya memerlukan buku untuk mengisi kekurangan yang ada di internet. Akhirnya saya membeli buku karangan Ibu Erliza Hambali dkk di Toko Gunung Agung dekat rumah, judulnya "Membuat Sabun Transparan". Dalam bukunya cukup jelas digambarkan proses pembuatan, mulai dari bahan – bahan yang diperlukan sampai dengan takarannya.  Namun kalau boleh saya kritik dari buku tersebut adalah komposisi minyak tidak diperinci, maksudnya, dalam proses pembuatan sabun diperlukan beberapa jenis minyak, sementara minyak itu sendiri terbagi menjadi beberapa kategori, seperti soft oil (minyak yang cenderung membuat sabun menjadi lembek), hard oil (minyak yang membuat sabun menjadi keras), serta pembuatan larutan alkali. Dalam buku tersebut cuma disebutkan NaOH 30%, bagi orang yang awam, mungkin bertanya – tanya, apa yang dimaksud dengan NaOH 30%? (pengertian NaOH 30% artinya, jika kita memakai air 100 gr maka diperlukan NaOH seberat 30 gr, dst)[CMIIW].

Ketika pertama kali mencoba, hasil sabunnya masih berwarna kuning, akhirnya saya menanyakan langsung (via telepon) dengan Ibu Mira (salah satu pengarang buku tsb), beliau memberi saran agar minyak yang dipakai memakai 100 persen minyak kelapa. Untuk percobaan kedua, saya cukup surprise dengan hasilnya, sabun begitu jernih / clear, tidak berwarna kuning. Tapi setelah melalui proses curing selama 4 minggu, hasil sabunnya membuat kulit menjadi kering sekali (belakangan saya baru tahu kalau membuat sabun dengan memakai 100% minyak kelapa membuat kulit menjadi kering).

Catherine 
(Buku II)

Merasa tidak berhasil dengan percobaan kedua, saya mulai browsing lagi mencari buku tentang sabun transparan, akhirnya menemukan buku karangan Catherine Failor, seorang pembuat sabun transparan asal  Amerika yang telah berpengalaman selama 20 tahun. Saya mencoba ke situs Amazon, saat itu harganya sekitar 14,00 USD, tapi ongkos kirim ke Indonesia muahallll …., berlipat – lipat dari harga buku. Akhirnya saya menemukan toko online di Australia , setelah dihitung- hitung ongkos kirimnya masih bisa ditoleransi (walaupun sebenarnya masih mahal, tapi daripada harus membeli di Amazon).

Perbedaan antara buku I dan II terletak pada teknik pembuatannya, Pada buku I memakai sistem cold process method, sabun melewati proses pengeringan  selama satu bulan, sementara buku II memakai sistem semi boiled method, yakni sabun dimasak selama satu jam dengan sistem double boiler (memasaknya seperti di tim) sampai proses saponifikasi komplet dan sabun bisa digunakan setelah dikeluarkan dari cetakan. 

Dalam buku II ini dijelaskan secara terperinci langkah – langkah pembuatannya dengan lengkap dengan fotonya, sehingga memudahkan bagi siapa pun yang membacanya. Namun permasalahannya adalah (yang terjadi pada saya), pada saat memasak sabun, diperlukan plastik tahan panas yang berfungsi untuk menutup panci dan bungee cord (saya tidak tahu bahasa Indonesianya apa).

Bungee_cord_300
(bungee cord)

Fungsi dari bungee cord ini adalah untuk mengikat panci  yang telah ditutup dengan plastik dan menahan agar ethanol maupun cairan lainnya tidak bisa menguap selama proses pemasakan. Karena saya kesulitan mencari plastik tahan panas yang agak lebar, maka saya pun memakai plastik tahan panas biasa yang kurang maksimal dalam menahan penguapan ethanol. Dan terbukti, hasil sabunnya masih keruh dan cenderung liat. Saya percaya 100 persen bahwa ethanol yang fugsinya untuk menjernihkan sabun telah menguap selama proses pemasakan berlangsung. Hasilnyapun sama sekali tidak memuaskan, alih – alih mendapatkan sabun yang clear, sebaliknya untuk kesekian kalinya saya belum juga berhasil.

Karena saking banyaknya sabun hasil percobaan yang masih menumpuk, saya memutuskan untuk berhenti sejenak membuat sabun transparan, mungkin di waktu mendatang saya akan lebih serius lagi menekuni pembuatan sabun ini. Saya tidak mengatakan telah gagal, cuma saya perlu waktu untuk kembali mengevaluasi kesalahan saya dalam pembuatan sabun selama ini. Maklumlah sebagai buruh pabrik dan tugas rumah tangga serta kesibukan membuat sabun natural memang menguras energi dan pikiran, belum lagi memikirkan niche marketing untuk produk saya, hhmmm…. just give me more time